Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau mengungkapkan tahun 2022 semester pertama atau pertengahn tahun ada 14 Anak Berbadan Hukum (ABH) di Kabupaten Sanggau, yang menjadi saksi, korban maupun pelaku.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sanggau, Anton Rudiyanto mengatakan, untuk menekan kasus Anak Berbadan Hukum, pihaknya mengintensifkan program penyuluhan dan penerangan hukum (luhpenkum).
“Itu akan kita intensifkan, bahkan belum lama ini saya dengan para Kasi sudah membicarakan ini untuk membuka line zoom yang bisa diakses oleh siapapun dan dimanapun, untuk jadwalnya sudah kita susun. Tujuannya untuk mempermudah masyarakat khususnya di kecamatan-kecamatan mengakses line kita dalam memperoleh informasi hukum yang dibutuhkan,” kata Kajari Sanggau Anton Rudiyanto, Rabu (29/6/2022).
Kajari Sanggau Anton Rudiyanto menyampaikan, penanganan Anak Berbadan Hukum atau (ABH) harus dilakukan dengan cara-cara khusus, jika anak sebagai pelaku, maka penanganannya melalui peradilan anak.
“Misalnya perkara yang tidak terlalu serius kita utamakan diversi yang hampir sama dengan Restorative Justice (RJ) bila anak sebagai pelaku,” ujar Kajari Sanggau Anton Rudiyanto.
Kemudian terhadap anak yang menjadi korban, lanjut Kajari Sanggau Anton Rudiyanto, pihaknya tetap mengedepankan pemulihan psikisnya agar setelah proses penegakan hukum dilalui, si anak dapat kembali hidup normal seperti semula.
“Kalau di Kejari Sanggau itu, selain anak, ada perempuan juga yang menjadi perhatian khusus, karena disitu yang kita pikirkan tidak hanya menghukum pelaku tetapi juga memulihkan psikisnya sehingga sebagai korban tetap bisa menjalani hidup normal seperti sediakala,” ungkap Kajari Sanggau Anton Rudiyanto.
“Tentunya kita bekerjasama dengan beberapa pihak. Kalau di Pemda itu dengan Dinsos P3AKB, kalau di Kementerian itu ada Bapas karena di situ juga ada konseling,” sambung Kajari Sanggau Anton Rudiyanto.
Kajari Sanggau Anton Rudiyanto menambahkan, pihaknya juga sedang mengkaji penerapan restitusi bagi anak yang menjadi korban. Restitusi ini, dijelaskannya, adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Untuk anak sebagai korban ada sesuatu yang juga akan kita terapkan, yaitu restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana. Misalnya pada kasus asusila, anak itukan butuh konseling dan segala macamnya, termasuk juga anak yang dipekerjakan tanpa digaji, kita kembalikan hak-haknya,” pungkas Kajari Sanggau Anton Rudiyanto.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.